Tetapi di tempat-tempat yang paling membutuhkan koneksi udara - pulau dan kota-kota besar - itu adalah kemewahan yang sulit didapati.
Sebagai solusinya, arsitek perencana pembangunan dan perluasan bandara kini mulai mengarahkan pandangannya ke laut.
Sebagai permulaan, proyek raksasa reklamasi tanah adalah langkah awal dari inovasi. Dan itulah apa yang telah dilakukan di Hong Kong dan Osaka untuk memperluas kapasitas bandara.
Namun, beberapa visioner telah mengambil pendekatan yang agak berbeda.
Idenya adalah ; Bagaimana jika kita membuat sebuah bandara di atas permukaan laut dimana keterbatasan lahan dan kepadatan penduduk di sekitar bandara adalah nihil?.
Dek terapung
USS Nimitz |
Konsep tentang sebuah bandara terapung sesungguhnya telah lama dikenal. Dalam ukuran tertentu, kapal induk sejatinya adalah sebuah bandara terapung. Hanya saja mereka juga kapal perang yang harus bermanuver dan melakukan perjalanan lintas samudera.
Dek mereka didisain hanya untuk lepas landas dan pendaratan pesawat tempur sehingga terlalu kecil untuk menangani penerbangan komersial. Bahkan USS Nimitz, kapal induk terbesar yang pernah dibuat sekalipun, hanya memiliki landasan pacu yang jauh dari memenuhi persyaratan bagi pesawat jet komersial modern.
Tapi mari kita mengambil konsep dek terapung permanen.
Bagaimana jika kita bangun sebuah dek raksasa berplatform rendah, ditempatkan di lokasi tertentu, dan dibuat cukup panjang dan cukup lebar untuk sebuah pesawat berukuran sedang mendarat di atasnya?.
Hasilnya adalah struktur terapung yang sangat besar. Itu bukan sebuah kapal induk atau sebuah pulau. Itu adalah sebuah bandara terapung.
Pelopor dari sejarah
Habakkuk Project |
Selama Perang Dunia II, Inggris pernah memiliki gagasan untuk membangun landasan pacu diatas gunung es terapung dalam rangka memberikan perlindungan bagi konvoi kapal-kapal perang sekutu.
Gagasan yang dinamakan Proyek Habakuk itu tidak pernah terwujud, tapi konsep bandara terapung terus dipelihara.
Pada tahun 1995, 17 perusahaan swasta Jepang, sebagian besar perusahaan pembuat kapal dan pabrik baja, membentuk Technological Research Association of Mega-Float dengan dukungan penuh dari pemerintah Jepang.
Tujuannya adalah untuk merancang dan menguji konsep bandara terapung. Jika itu berhasil, selanjutnya akan diterapkan dalam skala besar di teluk Tokyo. Mega proyek Tokyo Mega-Float mungkin merupakan upaya paling ambisius dari jenisnya sampai saat ini.
Tokyo Mega-Float model |
Proyek Tokyo Mega-Float adalah struktur terapung raksasa dengan landasan pacu sepanjang 4.000 meter yang bahkan cukup untuk pesawat berbadan lebar.
Sebuah model dalam skala yang lebih kecil dengan landasan pacu sepanjang 1.000 meter dibangun dan tes membuktikan bahwa struktur itu layak untuk operasi sebuah bandara.
Namun, proyek percobaan itu tidak dilanjutkan dan struktur yang telah dibuat kemudian dibongkar kembali.
San Diego Proposal
San Diego Floating Airport Proposal |
Proposal serupa juga pernah diajukan di San Diego, sebuah kota yang bandara internasionalnya hanya memiliki sedikit ruang tersisa untuk diperluas.
Proposal untuk membangun bandara internasional dengan dua landasan pacu baru di laut, beberapa mil dari Point Loma telah diajukan oleh dua perusahaan yang berbeda, OceanWorks Development dan Float Inc.
Hanya saja biaya pembangunan bandara terapung seharga $ 20 miliar ini dinilai terlalu mahal. Ditambah keraguan tentang kelayakan teknis dari konsep yang belum ada presedennya, membuat proyek ini tidak pernah terwujud.
San Diego Floating Aerotropolis
San Diego Floating Aerotropolis |
San Diego proposal memiliki beberapa kesamaan dengan konsep bandara terapung yang dirancang oleh Terry Drinkard, seorang insinyur penerbangan Amerika yang telah melakukan penelitian di bidang ini.
Skemanya sangat menarik dari segi teknologi dan bahan-bahan yang telah diuji dalam pembangunan rig minyak laut dalam.
Visi Drinkard adalah sebuah "aerotropolis lepas pantai". Itu adalah struktur terapung gabungan sebuah bandara yang mampu menangani pesawat berukuran sedang (type Boeing 737 atau A320), dan sebuah kota mini yang akan menjadi tempat berbagai macam kegiatan ekonomi dan penelitian, eksperimen teknologi energi terbarukan untuk budidaya dan pelabuhan kapal pesiar.
Bandara terapung ini dirancang mampu menghasilkan energi secara mandiri. Energi diperoleh dari gelombang laut, matahari dan melalui konversi energi panas laut (teknologi yang menghasilkan listrik dengan memanfaatkan perbedaan suhu antara kedalaman air laut).
Strukturnya akan memberikan dasar untuk penelitian oseanografi dan perikanan dan juga akan berfungsi ganda sebagai pelabuhan komersial dan kapal pesiar, sementara potensi status lepas pantai bisa menarik sejumlah kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan laut lainnya.
Menjembatani Atlantik
Most Dangereous Airport in the World |
Sebuah versi lebih gila telah dimuat dalam sebuah artikel di majalah Popular Mechanics edisi 1930,. Idenya adalah menjembatani samudera Atlantik dengan rantai bandara terapung.
Hal ini akan memungkinkan segala macam pesawat, termasuk pesawat kecil dan jet pribadi, untuk menyeberangi samudera Atlantik tanpa perlu mengkhawatirkan sertifikat ETOPS (Extended-range Twin-engines Operational Standard) yang mahal atau mengambil rute utara tidak langsung melalui Islandia dan Newfoundland.
Tapi kemungkinan yang paling realistis untuk bandara terapung mungkin ditemukan di perairan yang lebih hangat.
Commander Bud Slabbaert, konsultan penerbangan dan mitra Drinkard dalam proyek ini, mengatakan versi skala kecil dari bandara terapung saat ini sedang dievaluasi oleh beberapa pemerintah dan operator infrastruktur di Karibia.
Ini adalah wilayah sangat bergantung pada transportasi udara di mana kurangnya ruang diperparah oleh beberapa daerah perbukitan atau pulau-pulau berpegunungan.
Beberapa pakar penerbangan memandang skeptis kelayakan konsep bandara terapung. Salah seorang diantaranya, R. W. Mann, seorang konsultan dan mantan eksekutif perencanaan maskapai pada beberapa maskapai penerbangan AS, berpikir proyek tersebut sangat tidak mungkin untuk direalisasikan karena biaya yang relatif tinggi dan keuntungan praktis yang terbatas.
"Proyek yang melibatkan bangunan landasan pacu di laut, seperti yang dibangun di kepulauan Spartly di Laut Cina Selatan, lebih didorong oleh pertimbangan militer ketimbang ekonomi" katanya.
Boris Island Airport
Boris Island Airport |
Memang benar bahwa bandara adalah investasi besar-besaran - bahkan lebih, jika mereka harus dibangun di atas air.
Jadi tidak mengherankan bahwa, meskipun konsep bandara terapung terus hidup dalam waktu yang lama, belum ada satupun yang menjadi kenyataan.
Meskipun trafik lalu lintas udara dan luas pembangunan perkotaan di seluruh dunia dalam dekade belakangan ini menunjukkan peningkatan signifikan, relokasi bandara relatif tidak pernah dilakukan, pengecualiannya adalah Hong Kong yang melakukannya pada tahun 1998 dan Munich melakukannya pada tahun 1992.
Di London, kontroversi tentang masa depan bandara Heathrow, salah satu bandara utama paling sibuk di dunia, telah berkecamuk selama bertahun-tahun.
Beberapa usulan yang paling luar biasa untuk menyelesaikan masalah kapasitas udara kota London melibatkan relokasi ke muara sungai Thames, di Laut Utara.
Arsitek terkenal, Norman Foster datang dengan konsep bandara empat landasan pacu yang akan dibangun di Isle of Grain, daerah berawa sekitar 30 mil timur dari pusat kota London.
Proyek ini dikenal sebagai "Boris Island", karena mantan walikota London, Boris Johnson adalah salah satu pendukung paling kuat, tapi proposal ini ditolak oleh Komisi Bandara Inggris pada tahun 2014.
Enam landasan pacu seharga $ 63 juta
London Britania Floating Airport |
Sebuah proposal lebih ambisius diajukan oleh perusahaan arsitektur Gensler and Thames Estuary Research and Development (Testrad), merancang sebuah bandara yang akan dibangun tepat di tengah-tengah muara sungai Thames.
Dalam visi ini, bandara enam landasan akan dibangun di atas perairan muara dengan biaya hampir $ 63 juta. Landasan pacu akan meregang sejajar satu sama lain di kedua sisi dari pusat, di mana terminal utama akan berlokasi. Bandara dihubungkan ke daratan melalui terowongan kereta cepat bawah air.
Proposal Gensler merupakan proposal kedua yang diajukan, jelas Ian Mulcahey, managing director perusahaan. Proposal pertama yang dipertimbangkan adalah struktur terapung Tokyo Mega-Float, tetapi air di daerah itu terbukti terlalu dangkal.
Sehingga mereka memilih untuk membangun "polder", di mana tanggul akan digunakan untuk membatasi area bandara dan air yang tergenang kemudian dikeringkan untuk membuat, permukaan datar yang kering.
"Walaupun mungkin terdengar lebih menantang bila dibandingkan dengan bangunan di lahan kering, dengan membangun bandara di atas air kita bisa terhindar dari proses yang panjang dan mahal untuk mengumpulkan hamparan besar tanah yang Anda butuhkan untuk menimbun proyek sebesar ini", kata Mulcahey.
Dia menegaskan keputusan akhir tentang perluasan bandara London belum diambil.
Pada 30 Juni, Menteri Transportasi Inggris Patrick McLoughlin mengumumkan bahwa menyusul voting UK untuk meninggalkan Uni Eropa, pengambilan keputusan terkait proposal ini telah ditunda sampai "setidaknya Oktober."
Jadi sementara perdebatan tentang pembangunan landasan pacu tambahan di Heathrow dan Gatwick adalah solusi yang paling populer dan masuk akal, kita masih harus menunggu terwujudnya sebuah revolusi inovasi pembangunan bandara terapung pertama di dunia "setidaknya sampai Oktober 2016". (wiki/cnn/tvsx)
Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.
2Komentar
wah makin keren aja template nya, gimana buat nav menu statis ngikut kalo di cursor gitu gan?
BalasHapusCaranya sudah saya kirim ke email agan.
Hapus