Dua Ilmuwan Membangun Robot Yang Mampu Belajar

artificial inteligence
Dua peneliti dari Universitas Sains dan Teknologi Norwegia (NTNU) telah berusaha membuat sebuah robot yang memiliki kemampuan belajar seperti anak kecil.

Setidaknya, meskipun nyaris mustahil, idenya adalah bahwa robot pertama kali dibuat tanpa pengetahuan sama sekali dan oleh karena itu dia harus belajar semuanya dari awal.

"Kami masih cukup jauh dari akurasi pemodelan semua aspek yang terdapat dalam otak anak kecil, tetapi bukankah algoritma yang menangani teknologi pengolahan suara dan gambar terinspirasi oleh ilmu biologi," kata Øyvind Brandtsegg, seorang profesor musik di NTNU.

Mesin ini, yang disebut "Self", menganalisis suara melalui sistem yang berdasarkan sistem operasi telinga manusia, dan belajar untuk mengenali gambar menggunakan model digital dari bagaimana sel-sel saraf di otak menangani tayangan sensorik. Ia dirancang untuk belajar sepenuhnya dari masukan sensorik dengan tidak ada database pengetahuan yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga proses pembelajaran yang dilakukan akan menyerupai anak manusia pada awal kehidupan.

"Kami hampir tidak memberikan pengetahuan apapun pada mesin ini. Dia harus mempelajarinya sendiri," kata Brandtsegg.

Proyek Interdisipliner

Profil "Self" menurut Brandtsegg mengacu pada dirinya dan Postdoc Axel Tidemann - karena ini tanpa diragukan lagi adalah proyek interdisipliner. Mesin ini sangat kompleks dan yang menjadikan kesamaan antara bidang penelitian yang berbeda adalah kebutuhan mutlak untuk membuatnya bekerja. Brandtsegg di Departemen Musik, sementara Tidemann di Departemen Ilmu Komputer dan Informasi. Tapi mereka memiliki kepentingan dan tujuan yang saling berkaitan.

"Kami memahami bidang studi masing-masing untuk melihat apa yang sulit, dan mengapa," kata Brandtsegg. Tentu, minat utamanya adalah musik.

Tapi dia juga seorang programmer ulung, dan menggunakan pengetahuan ini untuk membuat musik. Sebaliknya, Tidemann membuat robot drum untuk proyek doktornya, yang mensimulasikan gaya bermain drum layaknya drummer profesional.

Øyvind Brandtsegg and Alex Tidemann
Ønvindt Bransegg and Alex Tidemann

Tidak tahu apa-apa

Pada awalnya, robot mereka tidak memiliki pengetahuan apapun. Ia kemudian "mendengarkan" seseorang berbicara, yang terhubung ke video feed secara simultan dengan pembicara.

Robot menyeleksi suara pembicara berdasarkan tekanan suara dan merespon dengan mencari keterkaitannya dengan suara lainnya, sementara itu ia juga memproyeksikan representasi hubungan antara suara dan gambar. Ini menunjukkan bagaimana cara kerja 'otak' dalam menghubungkan suara dan gambar.

Pengetahuan

"Self" sudah pernah dipamerkan di Trondheim dan Arendal, di mana pengunjung dapat mempengaruhi kemajuan pembelajarannya. Ia berada di Trondheim selama sebulan sebelum Natal, dan di Arendal selama dua minggu pada bulan Januari.

Berinteraksi dengan audiens yang beragam memungkinkan para peneliti untuk melihat persis bagaimana ia belajar.

Ada banyak masukan seperti "Nama saya ..." dan "Siapa namamu?" dari penonton, bahkan beberapa orang bernyanyi, dan lainnya membaca puisi.

Hal ini mengakibatkan satu periode di mana banyak suara yang sama dan orang-orang yang terhubung bercampur aduk, kekacauan dari sistem pembelajaran mesin membuat koneksi yang aneh. Tapi ini akan terus berubah beriringan dengan semakin banyaknya ia belajar.

Robot secara bertahap menyerap lebih banyak tayangan dari orang-orang yang berbeda. Orang-orang tertentu, seperti menjadi panduan, karena mesin 'melihat' mereka lebih sering. Robot juga belajar untuk menyaring masukan-masukan yang datang.

Jika sebuah kata dikatakan dengan cara tertentu, misalnya sebanyak lima kali, dan kemudian dikatakan dengan cara yang berbeda, ia belajar untuk menyaring type pengucapan kata yang menonjol dan berkonsentrasi pada cara yang paling umum, yang mungkin merupakan kata yang benar. Pengolahan ini terjadi selama mesin diistirahatkan pada malam hari.

"Kami menyebutnya mesin ini 'bermimpi' di malam hari," kata Brandtsegg.

Setelah beberapa saat, robot mampu menghubungkan kata-kata dan gambar bersama-sama dengan cara yang lebih kompleks - Anda bisa mengatakan bahwa itu mengaitkan suara dengan gambar dan menghubungkan mereka dengan sendirinya.

Pengembangan

Robot ini terus dalam pengembangan, dan Brandtsegg dan Tidemann telah kehilangan banyak waktu tidur karenanya.

"Sehari sebelum dipajang di Trondheim, kami bekerja sepanjang malam sampai jam delapan pagi. Kemudian kami pulang, makan sarapan, dan kembali bekerja pada jam sebelas siangnya," kata Brandtsegg.

Dengan mempergunakan dua layar komputer, mereka bekerja sama memperbaiki cara robot mengatur 'ingatannya'.

"Setiap perubahan kecil yang kami buat membutuhkan banyak waktu, setidaknya kami ingin memastikan bahwa kami tidak menghancurkan hal-hal yang sudah ia dipelajari," jelas Brandtsegg.

Hasilnya adalah robot yang menunjukkan bagaimana membuat asosiasi dengan cara yang sangat pedagogis. Itu tidak menyerupai cara manusia mempelajari sesuatu.

"Robot ini masih terlihat kasar, masih jauh dari tujuan" kata Brandtsegg.

Berpikir sendiri?

Pada dasarnya "Self" adalah sebuah proyek seni, dan menimbulkan pertanyaan yang mungkin sangat relevan dalam tahun-tahun mendatang. Kapan robot dapat berpikir sendiri?, atau kapan tepatnya waktunya kita dapat memanggilnya 'mesin yang hidup'?.

"Banyak yang mengatakan bahwa kecerdasan dapat ditentukan oleh perilaku tertentu," kata Tidemann.

Dia menamakannya Test Turing, di mana mesin dianggap berpikir jika ia mampu menjawab pertanyaan manusia melalui pertanyaan berbasis teks, setidaknya tiga puluh persen dari keseluruhannya. Berdasarkan definisi ini, komputer yang bermain catur, seperti IBM Deep Blue, dapat didefinisikan sebagai cerdas, karena mereka sangat baik dalam bermain catur.

Tapi penalaran simbolik ini belum tentu dapat ditransfer ke dunia nyata. Robot khusus untuk hal-hal khusus seperti mesin kerja industri memang lebih baik dalam melakukan tugasnya daripada manusia. Tapi robot ini jauh dari disebut mampu untuk belajar. Belum lagi melakukan hal-hal kecil yang sepele bagi manusia seperti berjalan naik tangga atau lompat tali. Meskipun begitu ada juga ada mesin yang sama baiknya dalam menganalisis pertandingan sepak bola atau menulis novel seperti manusia.

baymax and hiro hamada
Baymax and Hiro Hamada

Tidak dalam ruang hampa

"Banyak peneliti kecerdasan buatan (AI), termasuk saya sendiri, percaya bahwa kecerdasan sejati tidak dapat terjadi dalam ruang hampa - itu adalah konsekuensi dari beradaptasi dan hidup dalam lingkungan yang dinamis," jelas Tidemann. "Anda bisa melihat kecerdasan kita adalah sebagai produk sampingan dari hasil adaptasi."

"Karena kami telah mengembangkan kemampuan mesin untuk merencanakan dan mengingat, kami mendapatkan kognisi sebagai semacam paket tambahan," katanya.

Kognisi adalah gabungan kemampuan untuk memahami lingkungan, berdasarkan persepsi ini, Anda lalu berkomunikasi dengan lingkungan dan mengingat dan bertindak sesuai dengan informasi yang Anda miliki.

"Apakah pemikiran independennya?. Apakah kehidupan buatan?. Itu adalah pertanyaan yang besar," kata Tidemann. "Tapi kami percaya bahwa cara yang tepat untuk meraih 'cawan suci' dari AI adalah untuk menerapkan model terinspirasi secara biologis dalam mesin, biarkan ia beroperasi di lingkungan fisik dan melihat apakah kita dapatmendapati perilaku kecerdasan."

Peneliti menggunakan frase 'singularitas teknologi' untuk menggambarkan titik di mana kapasitas intelektual manusia dikalahkan oleh mesin. Ini mungkin masih sangat lama akan terjadi, namun Brandtsegg dan Tidemann dengan "Self"nya yakin bahwa hal itu akan dapat dipercepat melalui robot yang mampu belajar melalui interaksi antara mesin dengan manusia. (sciencedaily/tvsx)

Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.

Posting Komentar

0Komentar