Bentangan rel kereta api itu dibangun pada tahun 1943-1945, dengan memanfaatkan tenaga pekerja paksa atau yang lebih dikenal dengan sebutan Romusha oleh Pemerintahan Militer Jepang.
Namun saat ini tak ada lagi rel kereta api yang dapat ditemui secara utuh. Kecuali bukti besi tua yang diduga rel yang muncul kepermukaan tanah sepanjang satu meter yang terletak di tengah rimba kawasan Suaka Marga Satwa di Rimbang Baling, Kuantan Singingi.
Diceritakan sebelum Perang Dunia II, pemerintah kolonial Belanda, tepatnya awal tahun 1920an telah membuat rencana pembangunan jaringan jalan rel kereta api yang menghubungkan pantai timur dan pantai barat Sumatera, yang rencana akhirnya akan meliputi seluruh pulau Sumatera.
Jaringan rel kereta api itu berguna untuk mengangkut hasil tambang batu bara dari Sawah Lunto, Sumatera Barat yang direncanakan tidak diangkut melalui Samudra Hindia mengingat banyak rintangan perang yang akan dihadapi bila Belanda tetap melalui Samudra Hindia. Namun karena berbagai hal Pemerintah pusat di Belanda belum tertarik untuk menindaklanjuti rencana ini.
Pada pertengahan tahun 1920, NIS (Nederlands Indische Staatsspoorwegen - Perusahaan Negara Kereta Api Hindia Belanda) melanjutkan kembali penjajakan yang telah dilakukan sebelumnya. NIS menugaskan Ir. W.J.M. Nivel untuk mengkaji dan meneliti kemungkinan dibangunnya jalur kereta api ke pantai timur Sumatera. Beliau menuliskan laporan penelitian dan pedoman teknis pembangunan jalur ini dalam dokumen Staatsspoorwegen no.19 tahun 1927.
Tetapi rencana pembangunan jalur KA Muaro ke Pekanbaru ini ditunda setelah mempertimbangkan bahwa eksploitasi jalur KA ke arah Pekanbaru sebagian besar hanya untuk mengangkut Batubara. Maka menurut perhitungan, biaya pembangunan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh dari eksploitasi. Selain itu medan yang dilalui cukup berat, banyak terowongan, hutan-hutan, sungai dan harus banyak membangun jembatan serta banyaknya sarang nyamuk malaria yang dapat membuat biaya pembangunan membengkak. Karena belum dianggap layak, rencana itu akhirnya tersimpan saja di arsip NIS.
Peta Jalur KA Muaro-Pekanbaru |
Sampai tahun 1942, ketika Pemerintah Kolonial Belanda menyerah kepada Jepang, rencana itu belum juga dilaksanakan. Saat Penguasa Militer Jepang mengetahui rencana pembangunan jalur kereta api Muaro-Pekanbaru tersebut, mereka melihatnya sebagai jalan keluar persoalan yang mereka hadapi.
Pembangunan jalan rel yang menghubungkan Sumatera Barat dan pantai timur Sumatera akan membuka jalur transportasi baru yang menghindari Padang dan Samudera Hindia yang dijaga ketat kapal perang Sekutu. Jalan kereta api baru itu akan memperluas jaringan Staatsspoorwegen de Sumatra’s Weskust (SSS) sepanjang 215 km ke pelabuhan Pekanbaru. Dari sana melalui jalur pelayaran Sungai Siak akan mudah mencapai Selat Melaka.
Pengerjaan jalur kereta api Pekanbaru-Muaro ini menggunakan ribuan para pekerja (romusha) yang berasal dari berbagai negara. Selain dari Indonesia, para pekerja yang membangun jalur rel kereta api ini juga berasal dari negara lain yang merupakan tawanan perang. Ada yang berasal dari Belanda, Inggris, Australia, Amerika dan Selandia Baru. Jalur ini dikerjakan antara bulan September 1943 sampai dengan Agustus 1945.
Menurut laporan Palang Merah Internasional, sekitar 80.000 dari 102.300 orang romusha yang didatangkan dari Jawa meninggal dan sekitar 700 orang tawanan perang Eropa meninggal. Diperkirakan sekitar 10.000 romusha dikuburkan sepanjang jalan rel di tengah belantara Sumatera, meski tidak akan ada yang tahu jumlah pastinya. Sehingga jalur kereta api ini dikenal juga sebagai Jalur Kereta Api Maut Sumatera, ada juga yang menyebutnya Pekanbaru Rail Line, seorang penulis Belanda menyebutnya "The Pekanbaroe Death Railway".
Barak Pekerja Romusha Jalur KA Muaro-Pekanbaru |
Agar pengerjaan dapat dilakukan dengan cepat, titik awal jalur konstruksi dimulai di dua tempat, yaitu dari Pekanbaru dan dari Ujung Moeara (Muaro), kedua rel tersebut baik yang dibangun dari Pekanbaru dan Muaro mengalami titik pertemuan rel pada tanggal pada 15 Agustus 1945. Dalam pengerjaan jalur Kereta api Sumatra Railway dari Pekanbaru hingga Muaro terdapat banyak Kamp para pekerja. Kamp-kamp itu terdapat di : "modder Lust" - Resort Lumpur, Soengeitengkirang ("Death Camp" - Rumah Sakit), Taratak Boeloeh, Loeboeksakat, Soengaipagar, Lipat Kain (sisi sungai), Kota Baroe, Logas, Loeboek Ambatjang, Koeantan-rivier - 1, Koeantan-rivier - 2, Moeara, Tapoei, Pete.
Pada bulan Maret 1943, rombongan romusha pertama tiba di Pekanbaru. Mereka bertugas membangun emplasemen di Pakanbaru untuk mempermudah pembangunan jalur KA menuju pedalaman. Material rel dan bantalannya diambil dari Deli Spoorweg Maatschappij di Sumatera Utara. Namun ada juga pekerja yang melihat adanya material dari Malang Stoomtram Maatschappij. Jepang juga mengambil kendaraan rel dan pegawai dari DSM. Ada 3 lokomotif DSM yang diambil. Dua diantaranya adalah lokomotif 1B1 buatan Hanomag.
Pembangunan jalan rel dibangun secara asal-asalan karena masing-masing Tentara Jepang dan romusha tidak mengerti bagaimana cara membangun jalan rel yang baik. Bantalan rel dibuat dari kayu apa saja yang ada di hutan, sehingga bantalan-bantalan tersebut pecah saat rel ditancapkan pada kayu tersebut. Apabila jalan rel melintasi rawa, rawa tersebut hanya diuruk ala kadarnya tanpa dipadatkan, sehingga tanah ini sangat rawan ambles apabila dilewati Kereta Api. Jembatan rel yang dibangun pun dibuat seadanya sehingga konstruksi jembatan amat rapuh dan bisa saja ambruk sewaktu-waktu.
Di daerah Logas, menurut para insinyur NIS, seharusnya dibangun Terowongan menembus Bukit Barisan. Tetapi tentara Jepang tidak mengindahkan pendapat para Insinyur NIS dan sebaliknya membuat jalur memutar di samping jurang dan membuat jalur yang konstruksinya amat buruk. Beberapa saat sebelum Jepang, menyerah kereta yang ditumpangi para romusha anjlok di tempat ini dan jatuh ke jurang.
Daftar Kamp Jalur KA Muaro-Pekanbaru |
Daftar Kamp Romusha
- Kamp Muaro
- Kamp Kuantan 2
- Kamp Kuantan 1
- Kamp Lubuk ambacang
- Kamp Logas
- Kamp Kotabaru
- Kamp Lipat Kain
- Kamp Sungai Pagar
- Kamp Lubuk Sakat
- Kamp Taratak Buluh
- Kamp Kubang
- Kamp Tengkirang/Tangkerang
- Kamp Pekanbaru
Banyaknya korban jiwa yang berjatuhan dalam proyek pembangunan jalur kereta api ini tak sebanding dengan hasilnya. Karena setelah jadi , ternyata jalur ini hanya digunakan beberapa kali antara Mei 1945 – Agustus 1945, untuk pengangkutan batu bara.
Setelah Jepang dipaksa angkat kaki oleh Sekutu dengan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Ironisnya, The Pekanbaru Death Railway inipun terlantar. Puluhan ribu korban yang berjatuhan tak mendapat tempat dalam ingatan, bahkan hilang dari sejarah.
Cerita tentang kereta api zaman Romusha ini tenggelam, seiring hilang lenyapnya bangkai-bangkai lokomotif, besi-besi jalur rel kereta api dan bangunan-bangunan stasiun yang dijarah oleh tangan-tangan tak bertanggungjawab lalu dijual sebagai barang rongsokan. Tak banyak bukti yang tersisa tentang kereta api zaman Romusha yang ada sekarang. Tak sepotongpun rel kereta api tersisa dan ditemukan di sepanjang jalur Sijunjung, Logas Tangko, Taluak Kuantan, Lipat Kain sampai ke Pekanbaru.
Hanya dua dari sembilan unit lokomotif yang masih tersisa sebagai bukti otentik sejarah. Satu unit dijadikan monumen yang diletakkan di makam pahlawan, jalan Kaharuddin Nasution, Kota Pekanbaru.
Monumen ini diresmikan pemerintah tahun 1956. Sedangkan satu unit lagi berada di dalam kawasan kebun karet masyarakat, di jalan poros ganda, Desa lipat Kain, Kampar Kiri, kabupaten Kuantan Singingi. Sedangkan, 7 unit lainnya di Sungai Pencong, 1 unit di koto baru, semuanya sudah habis dijarah dan dijual perkilo.
Sekitar 2 km dari jalan raya desa Lipat Kain, terlihat sebuah lokomotif sepanjang 25 meter ditumbuhi semak dan rumput liar di tengah kebun karet masyarakat. Keberadaan lokomotif ini tidak terlihat sebagai benda sejarah yang diperhatikan. Lokomotif berbahan bakar batu bara ini sudah tidak lengkap lagi, sejumlah besi dindingnya bolong, diduga dicuri orang tak bertanggungjawab. Begitupun dengan tumpukan besi lainnya, termasuk mesin penggerak lokomotif yang sempat beroperasi tahun 1943 ini tidak lagi ditemui.
Lokomotif yang ditumbuhi semak ini berada di atas landasan tembok. Namun, tidak diketahui, kapan tembok penyangga besi tua ini dibangun dan siapa yang membuat.
Namun, di dinding belakang lokomotif ini tertulis "jaga/lestarikan peninggalan sejarah ". Pt.Ganda Buanindo. Apakah perusahaan sawit ini yang memagar keberadaan lokomotif ini dengan tembok tersebut, tidak ada masyarakat tempatan yang ditemui bisa memberikan jawaban pasti.
Rongsokan Lokomotif Jalur KA Muaro-Pekanbaru |
Pada tahun 1975 masyarakat sudah membongkar rel yang membentang dari Pintu Batu sampai Pekanbaru, lalu menjualnya kepada cukong besi secara kiloan. Dua orang saksi mata yang ikut bertugas membongkar rel kereta api di sekitar desa Petai Kuantan Singingi, Badurrahmin dan Muhammad Yulis mengaku ada perintah dari pusat provinsi Riau. Namun, dia tidak tahu perintah membongkar dan menjual lokomotif apakah perintah negara atau hanya oknum pejabat pemerintah. Yang jelas setiap kepala desa dijadikan mandor pembongkaran rel tersebut.
"Waktu itu kami berlima sekelompok. Kelompok saya, selain pak yulis ada Abdul Aziz (almarhum), Baharuddin (almarhum) dan Arifin (almarhum). Kami bekerja hanya tukar beras sama rokok saja," ujar Badurrahmin, penduduk setempat.
"Tahun 1975 saya ikut mengangkat rel, per meter diupah 300 rupiah. Ini diambil bersama-sama, dibayar oleh Arifin, kepala Desa Sungai Bawang waktu itu. Kereta Api tamat riwayatnya, karena rel sudah dijual semuanya," katanya.
"Kami sebagai masyarakat kecil mendapat perintah, diupah beras dan rokok kamipun ikut. Tidak tahu kalau hal itu jadi penting saat ini," lanjut Badurrahmin.
Diterangkannya, perintah membongkar rel datang langsung dari Pekanbaru oleh Wan Ghalib. Sedangkan Wan Ghalib mengaku sebagai perintah dari wakil gubernur Riau Wan Abdurrahman.
"Kita tak tahu apa alasannya, kami hanya mengangkat rel saja. Setiap desa yang dilewati rel masyarakatnya yang laki-laki ikut membongkar," tambahnya.
Rel sepanjang 300 KM lebih itu yang mulai membentang sejak dari Pintu Batu perbatasan Sumbar - Riau hingga ke Pekanbaru selesai dibongkar dalam setahun. Begitu juga dengan lokomotif, habis terjual dalam waktu setahun. Namun, dia tak tahu siapa yang menjadi penadah penjualan besi tua tersebut.
Di Pekanbaru disekitar Marpoyan dapat kita jumpai Monumen Lokomotif dan Tugu Pahlawan Kerdja. Tugu dan monumen ini sangat bersejarah dan sudah sangat tua. Tugu dan monumen ini diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1958. Monumen Lokomotif menandakan bahwa dulunya pernah ada Kereta Api di Kota Pekanbaru dan di dinding monumen Lokomotif terdapat gambar kekerasan tentara jepang terhadap romusha.
Monumen Lokomotif dan Tugu Pahlawan Kerdja |
Di Pekanbaru juga terdapat sebuah jalan yang bernama Jalan Kereta Api. Di Jalan Kereta Api tersebut dahulunya terdapat rel Kereta Api. Menurut masyarakat di sekitar Jalan Kereta Api, dulunya terdapat beberapa sisa besi tua rel dan besi-besi tersebut diambil dan dijual oleh orang tidak dikenal.
Tidak hanya monumen lokomotif ataupun tugu Pahlawan Kerdja saja yang menandakan bahwa dulunya terdapat Kereta Api di Riau, tetapi juga beberapa penelitian dari luar negeri, buku maupun dokumentasi photo serta replika rel kereta api dan lain-lain sebagainya juga masih ada terdokumentasi dengan rapi diluar negeri tepatnya di Monumen National Memorial Arboretum di Staffordshire, Inggris.
Arbateum Railways National Monument - Staffordshire, England |
Ada pula sebuah buku berjudul HET INDISCHE SPOOR IN OORLOGSTIJD, Buku ini bercerita tentang sejarah Kereta api di Hindia Belanda, termasuk pembangunan Jalur Kereta Api Muaro-Pekanbaru.
Cover buku Het Indische spoor in oorlogstijd |
Tragedi kemanusiaan yang terjadi di rimba Sumatera pada zaman pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II yang silam terekam dalam buku karangan Henk Hovinga yang berjudul: "The Sumatra Railroad: Final destination Pakan Baroe 1943-1945" (5th rev. ed & 1st English ed.); Leiden: KITLV Press, 2010.
Cover buku The Sumatera Railroad |
Di Monumen National Memorial Arboretum di Staffordshire, Inggris, terdapat sebuah replika yang menunjukkan sebuah jalur kereta api sumatra, didalam replika tersebut terdapat penunjuk arah ke Pekanbaru dan juga ke Muaro.
Replika jalur KA Muaro-Pekanbaru |
Akhir cerita The Pekanbaru Death Railway ini nampaknya akan berujung pada kegembiraan. Setelah berpuluh-puluh tahun terbengkalai dan menjadi "jalur hantu", pemerintahan baru dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo berencana menghidupkan kembali jalur KA Muaro-Pekanbaru ini sebagai bagian dari rencana besar pembangunan jalur KA Trans Sumatera railways yang membentang dari Aceh sampai Lampung.
Kita tunggu saja realisasinya dan mungkin akan tiba waktunya bagi masyarakat Sumatera umumnya dan masyarakat Riau dan Sumatera Barat khususnya dapat menikmati asyiknya berkereta api seperti cerianya lagu anak-anak "Naik Kereta Api". (rpg/tvsx)
Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.
0Komentar